Peta Geografis Tulungagung

Peta Geografis Tulungagung
Batas wilayah; Barat : Kab Trenggalek, Utara : Kab Kediri, Timur : Kab Blitar, Selatan : Samudera
Kritik, saran, masukan dan ide-ide kreatif dari pembaca untuk kebaikan Tulungagung sangat kami nantikan. Kirimkan melalui email kami ayomimpi@gmail.com. Kiriman tulisan (disarankan disertakan foto ilustrasi) yang kami anggap kreatif dan menarik akan kami tampilkan dalam blog kami. Ayo kita bermimpi dan berbagi pemikiran kreatif untuk memajukan Tulungagung.
Terima Kasih

Desa Rejosari, Kec. Wonodadi, Kab Blitar Telp 0342-555745
    • Budidaya Bunga Krisan di lereng Argo Wilis
    • Masjid Jamik Tulungagung, Nuansa Ketimurtengahan
    • Pesona Pantai Selatan Tulungagung
    • Pesona Pantai Sine
    • berada di kaki gunung Pasir dan gunung Budeg, Sanggrahan, Boyolangu
    • The 2012 Champin Langgam Indonesia XXV
    • ajang kreasi seni fashion yang unik ,mewah, meriah, dan ekstrem
    • sumber energi (PLTA), suplay air PDAM, sumber irigasi, kawasan wisata & olahraga bersepeda
    • Kawasan kerajinan marmer/batu onix
    • Ruang konservasi lingkungan sekaligus wisata keluarga
    • Panorama di pantai selatan Tulungagung
    • Keunikan Musik Etnik Tulungagung
    • Parade Kreasi Busana Tulungagung digelar setiap HUT
    • Parade Aksi Beragram Kreasi
    • Bersih dan Asri, tak lagi seserem yang dulu
    • Perusahaan Otobus kebanggan Tulungagung
    • Mengemas Taman Kusuma Wicitra menjadi paru-paru Kota
    • Used for Reog Kendang dance from Tulungagung
    • Terletak di dusun Turi desa Geger kecamatan Sendang, di lereng Gunung Wilis.
    • Batik Baronggung, Batik Gajahmada, dan Batik Satrio Manah
    • Pantai Selatan Tulungagung yang mempesona
    • Hotel Mewah di Pinggiran Sawah
  • Highlight

    Sabtu, 29 Desember 2012

    GOA LOWO, kebesaran yang masih terpendam

    Goa Lowo terletak di sebuah lereng gunung yang berada di Desa Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek, kurang lebih 30 KM. dari Kota Trenggalek maupun Kota Tulungagung. Untuk menuju kawasan ini, sebenarya hanya berjarak kurang lebih 1 km dari mulai terjadinya jalan menanjak. Kira-kira hanya berjarak 5 km dari kota kecamatan Bandung, Tulungagung 

    Begitu tiba di Guo Lowo pengunjung akan disambut suasana udara pegunungan yang sejuk dengan aroma hutan jati yang khas, karena lokasi Guo Lowo dikelilingi hutan jati yang rimbun. Dari tempat parkir menuju mulut gua, jalan yang sudah dipaving bersih membelah diantara teduhnya pepohonan kayu jati ini.
    Begitu melewati mulut gua, kita langsung disambut ruang gua pertama yang sangat luas bagaikan aula. Langit - langit gua setinggi kurang lebih 20-50 meter, lebar gua sekitar 50 m. Mulai dinding gua dipenuhi dengan panorama dan beraneka macam bentuk.

    Keindahan dinding gua dengan stalagtit menggantung maupun stalagmit yang mencuat disana sini, semakin terlihat artistik dengan sinaran lampu yang ditata sedemikian rupa menerangi ornamen bebatuan yang terlihat semakin menarik

    Menurut informasi dari petugas penjaga, yang sedang berdiri di mulut gua, panjang gua Lowo ini sebenarnya lebih dari 2 km, namun yang masih dalam tahap pembangunan, dan yang bisa dijangkau oleh pengunjung baru sepanjang kira2 800 meter saja.



















    Setelah puas mengunjungi GOA LOWO, jangan lewatkan menikmati indahnya panorama Pantai Prigi dan Pantai Karanggongso Trenggalek dengan melanjutkan perjalanan tak jauh dari tempat ini kira-kira 17 km arah kiri pintu keluar kawasaan wisata ini, dan jangan lewatkan pula indahnya ombak laut bebas pantai selatan di Pantai Popoh dan Pantai Sidem Tulungagung.

    * Tiket Masuk area wisata GOA LOWO, Pantai Prigi : Rp 6.000

    Senin, 03 Desember 2012

    Menjadikan Transportasi Massal, Tak Perlu yang Mahal

    sumber berita : http://finance.detik.com/read/2012/09/06/110834/2009814/4/

    “Hore! Semua Kereta Ekonomi Pakai AC Mulai Tahun Depan” Demikian salah satu judul tulisan detikfinace edisi Kamis, 06/09/2012 11:18 WIB yang menarik perhatian saya

    Senang rasanya jika memang pemerintah dan PT KAI sudah berniat akan meningkatkan layanan transpotasi publik terutama kereta dengan menambah fasilitas pendingin udara untuk semua kelas.

    Namun, ada sedikit kekhawatiran di benak saya, jika melihat perbedaan harga yang relatif signifikan antara tiket kereta ekonomi non AC dengan kereta ekonomi yang ber-AC. Kekhawatiran akan efektifitas program ACnisasi kereta ekonomi untuk misi mengurai kemacetan di jalan raya dan menyediakan moda transportasi massal yang masih bisa terjangkau masyarakat.

    Contoh, pada kereta Matarmaja (Jakarta-Malang PP). Harga tiket yang non AC (harga subsidi pemerintah) hanya sebesar Rp 51.000, sementara untuk Matarmaja yang AC harga tiketnya dijual fluktuatif pada kisaran harga Rp 155.000 hingga Rp 180.000. Untuk golongan masyarakat tertentu, selisih harga yang mencapai Rp 100.000 atau hampir 3 kali lipat lebih dari harga subsidi tentu akan semakin memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Jika nantinya semua kereta ekonomi dibuat berAC, tentu biaya penyediaan dan pengoperasian AC akan cukup besar. Apabila tambahan anggaran subsidi dari pemerintah untuk kereta ekonomi (PSO) tidak cukup memadai, maka kenaikan harga tiket yang akan menjadi beban masyarakat akan sulit terhindarkan.

    Tulisan ini bukan bermaksud ingin mengecilkan niatan baik pemerintah dan PT KAI dalam meningkatkan layanan transportasi publik tersebut, namun hanya sebagai urun rembug saja dalam rangka membantu mencarikan solusi lain untuk misi meningkatkan layanan transportasi publik, khususnya pada kereta kelas ekonomi agar masih dapat dijangkau oleh masyarakat golongan tertentu.
    Salah satu indikator keberhasilan pemerintah yang diwakili Kementerian Perhubungan dalam membangun dan mengembangkan transportasi publik, akan tergambar dari seberapa besar animo atau respon masyarakat terhadap moda transportasi massal tersebut.

    sumber : www.tiketkai.com , terlihat dari 3 jenis kereta rute Malang - Jakarta, tinggal KA Majapahit (Ekonomi AC) yang belum habis, sampai dengan 29/11/2012 21.30 WIB masih tersisa sektiar 3 gerbong lebih, sementara KA Gajayana (Eksekutif) yg paling mahal dan Matarmaja (Eko non AC) justru lebih dulu diminati

    Bila mempelajari statistik ketersediaan tiket pada kereta ekonomi AC yang baru saja dioperasikan 2-3 bulan yang lalu, yaitu KA Menoreh (Jakarta-Semarang) dan KA Majapahit (Jakarta-Malang), menunjukkan bahwa kehadiran kereta-kereta ekonomi AC tersebut belum mampu mernarik minat masyarakat untuk memilihnya. Pada kereta ekonomi non AC, kereta bisnis, dan kereta eksekutif justru ketersediaan tiketnya seringkali lebih dulu habis dibandingkan dengan kereta jenis ekonomi AC. Hal ini mengambarkan bahwa program AC-nisasi pada kereta ekonomi belum cukup efektif memenuhi ekspektasi masyarakat akan ukuran kenyamanan pada transportasi publik.

    Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan kereta biasanya akan mempertimbangkan tingkat kemampuan/daya beli mereka. Dan jika harga tiket berapapun tidak menjadi masalah, maka pertimbangan selanjutnya diukur dari seberapa besar kompensasi, kenyamanan, serta ketepatan waktu yang akan bisa dinikmati mereka.

    Menurut hemat saya sebenarnya masih ada alternatif lain (selain program ACnisasi kereta ekonomi) yang dapat ditempuh pemerintah dan PT KAI untuk meningkatkan layanan kereta ekonomi. Berangkat dari pemikiran sederhana saja, bagaimana mengubah kereta ekonomi menjadi transportasi massal yang lebih mengesankan kenyamanan dari bentuk layanan kereta yang pernah ada selama ini tanpa harus banyak membebani masyarakat, pemerintah maupun PT KAI. Barangkali hanya membutuhkan sebuah komitmen dari pengelola transportasi kereta, dengan mengaharapkan pengertian konsumen untuk membayar sedikit lebih mahal dari biasanya (tapi masih dapat dijangkau mereka) dan hasilnya benar-benar diniatkan untuk membiayai penyediaan fasilitas yang dibutuhkan oleh konsumen kereta.
    Jika Kementerian Perhubungan, PT KAI , dan konsumen kereta mau, dengan menaikan harga tiket kereta kelas ekonomi sebesar Rp 5.000 saja tiap penumpang, sebenarnya akan banyak yang bisa dilakukan untuk mengubah kereta ekonomi menjadi lebih nyaman dan memadai bagi penumpangnya.

    Berikut ini sebuah ilustrasi sederhana, kira-kira apa saja yang bisa dilakukan untuk mendesain kembali kereta-kereta kelas ekonomi seandainya hanya bisa menaikkan harga tiket rata-rata sebesar Rp 5.000 saja. Tentu saja pembenahannya harus dilakukan secara bertahap… kecuali pemerintah bersedia menalanginya lebih dulu untuk penngadaan  fasilitas standar yang dibutuhkan penumpang.
    kalau mau, sebenarnya dengan kenaikan hanya Rp 5 ribu pun banyak yang bisa dilakukan untuk membenahi kereta ekonom

    Jika kebutuhan dasar yang mendukung kenyamanan dalam perjalanan berkereta bisa disediakan dengan biaya yang lebih murah, maka Insya Allah akan mengundang animo masyarakat untuk beralih ke kereta, karena naik kereta ekonomi pun akan merasa tak kalah enjoy dengan naik kereta kelas eksekutif.

    Membangun transporasi kereta yang makin nyaman kadang tidak selalu harus membuatnya menjadi semakin mahal.

    Meskipun anggaran dana PSO (subsidi transportasi kepada masyarakat kurang mampu) ditingkatkan dari tahun ke tahun, mungkin tidak ada gunanya jika kondisi kereta ekonomi yang disubsidi tersebut  tak mengalami perubahan yang berarti. Kondisi kereta ekonomi saat ini nyaris tak jauh beda dengan kondisi kereta ekonomi 5 tahun yang lalu. Yang beda baru sebatas adanya pembatasan tiket sesuai dengan tempat duduk, penerapan system boardingpass dan pembelian tiket bisa dilayani secara online.

    Seyogyanya pemerintah melalui Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bisa menyediakan transportasi kereta ekonomi yang memiliki fasilitas yang semakin layak dan memadai, sesuai dengan kebutuhan dasar penumpang selama perjalanan, namun harga tiket yang diberikan tetap dapat dipertahankan semaksimal mungkin agar dapat dijangkau oleh masyarakat kurang mampu.

    Semoga ide sederhana ini dapat membantu memecahkan permasalahan yang ada.

    (tulisan yang sama sudah pernah dimuat di www.kompasiana.com)



    Detik News